BAB I
PENDAHULUAN
Matematika berasal dari bahasa latin manthanein atau mathema yang berarti belajar atau yang dipelajari yang memiliki ciri penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep atau pernyataan diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya sehingga kaitan antarkonsep atau pernyataan dalam matematika bersifat konsisten. Tetapi pembelajaran dan pemahaman konsep diawali secara induktif melaui pengalaman nyata atau intuisi. Proses induktif-deduktif dapat digunakan untuk mempelajari konsep matematika. Matematika berfungsi mengembangkan kemampuan menghitung, menurunkan dan menggunakan rumus serta mengembangkan kemampuan mengkomunikasikan gagasan melaui model matematika yang dapat berupa kalimat dan persamaan matematika, diagram, grafik atau tabel.
Pembelajaran matematika memerlukan pendekatan dan strategi yang tepat sasaran sehingga siswa mampu mengkonstruksikan pengetahuan mereka. Secara khusus, pendekatan pemecahan masalah merupakan fokus dari pembelajaran matematika. Oleh karena itu, peran guru sangat penting dalam pengajaran matematika. Guru dapat mengkombinasikan strategi-strategi belajar mengajar sehingga siswa akan lebih mengerti dan dapat menyelesaikan masalah yang diberikan. Serta tercapainya tujuan pendidikan yakni, siswa mampu mencapai target tujuan-tujuan pembelajaran.
Faktor lain yang mempengaruhi pencapaian tujuan pembelajaran adalah siswa itu sendiri. Siswa diharapkan memiliki ketrampilan dan kemampuan untuk mencerna penjelasan guru dan mengaplikasikannya dalam pemecahan masalah. Selain itu, khususnya pada pembelajaran matematika, siswa diharapkan mampu memahami permasalahan, memilih strategi pemecahan masalah, menyelesaikan model matematika, menafsirkan solusi, dan mengkomunikasikan hasilnya. Namun tidak semua siswa mampu melakukan hal tersebut.Adasiswa yang mengalami kesulitan dalam pembelajaran matematika.
Siswa yang belum mampu mencapai target tujuan pembelajaran matematika berarti memiliki hambatan dalam pembelajarannya. Hambatan tersebut dapat berasal dari dalam maupun dari luar. Misal hambatan yang berasal dari luar adalah lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, ataupun lingkungan sekolah. Sedangkan hambatan yang berasal dari dalam adalah berasal dari diri siswa tersebut, yakni sifat-sifat negatif yang mampu mempengaruhi keadaan emosional siswa. Namun, terdapat hambatan dari dalam yang memang tidak bisa dipungkiri dan tidak bisa dihindari, yakni siswa yang berkesulitan belajar atau Learning Disabilities (LD).
Anak yang berkesulitan belajar (LD) adalah individu yang mengalami gangguan dalam satu atau lebih proses psikologis dasar, disfungsi sistem syarat pusat, atau gangguan neurologis yang dimanifestasikan dalam kegagalan-kegagalan yang nyata dalam pemahaman dan penggunaan pendengaran, berbicara, membaca, mengeja, berpikir, menulis, berhitung, atau keterampilan sosial. Ditemukan bahwa terdapat satu atau lebih gangguan proses psikologis dasar dan aktivitas motorik yang melatarbelakangi kesulitan belajar pada anak LD. Gangguan proses psikologis dasar tersebut antara lain gangguan latar-figur, visual-motor, visual-perseptual, pendengaran, intersensori, berpikir konseptual dan abstrak, bahasa, sosio-emosional, dan konsep diri. Gangguan aktivitas motorik seperti misalnya gangguan persepsi, perhatian, emosionalitas, simbolisasi, dan ingatan.
Pembelajaran matematika bagi siswa yang berkesulitan belajar akan membutuhkan pengalaman dan banyak strategi belajar dalam pengajarannya. Dukungan dari orang tua dan guru juga akan membantu dalam proses pembelajaran siswa yang bekesulitan belajar. Pembelajaran di sekolah dasar merupakan pondasi siswa yang berkesulitan belajar untuk memulai proses belajar mereka.
Rumusan masalah mengenai pembelajaran matematika bagi siswa yang berkesulitan belajar adalah
- apakah pokok harapan dalam pengajaran matematika bagi siswa yang berkesulitan belajar?
- bagaimana solusi pengajaran matematika yang cocok bagi siswa yang berkesulitan belajar?
Review ini memiliki tujuan umum yaitu
- memahami pokok harapan dalam pengajaran matematika bagi siswa yang berkesulitan belajar
- mengetahui solusi pengajaran matematika yag cocok bagi siswa yang berkesulitan belajar.
Sedangkan manfaat yang dapat diambil adalah
- manfaat teoritis yaitu memperkaya kajian teori tentang pembelajaran Learning Disabilities.
- manfaat praktisnya yaitu sebagai contoh pembelajaran Learning Disabilities yang dapat diterapkan oleh guru maupun diimplementasukan bagi orang tua siswa.
BAB II
RINGKASAN ISI ARTIKEL
Pembelajaran Matematika untuk Siswa Sekolah Dasar yang Memiliki Ketidakmampuan Belajar
Abstrak
Baru baru ini penelitian pada pengajaran matematika membutuhkan pendidik untuk memikirkan tentang pengajaran, pembelajaran dan penilaian. Penelitian ini khusus menekankan perlunya penyelesaian masalah dan pemikiran tingkat tinggi dalam matematika. Artkel ini memberikan dan menjelaskan empat pokok harapan untuk pengajaran matematika dari penelitian yang melibatkan ketidakmampuan pembelajaran siswa. Pokok-pokok itu adalah (a) pemberian kurikulum matematika yang luas dan seimbang; (b) mengajak siswa beraneka ragam, tugas permasalahan yang penuh arti; (c) memuat bermacam-macam cara mengenai pembelajaran anak; dan (d) mendorong siswa untuk berdiskusi dan memberikan alasan mengenai strategi-strategi penyelesaian masalah dan pemecahannya – pengusulan cara-cara memikirkan kembali mengenai pengajaran dan pembelajaran metematika yang berhubungan dengan siswa yang memiliki ketidakmampuan pembelajaran.
Kurikulum, penilain dan pengajaraan professional yang sesuai dengan (NCTM:1989,1991,1995) merupakan pembagian strategi dalam pengajaran matematika. Intinya, suatu perubahan membutuhkan pergerakan ke tingkat yang lebih tinggi dalam pemikiran dan pemecahan masalah matematika, membutuhkan pula pembentukan kepercayaan mengenai pengajaran, pembelajaran dan pelatihan. Latihan yang umum masih menggambarkan keterbatasan perhatian perhitungan. Banyak pengajaran dan penilaian yang bertentangan dengan standar. Adapula yang menentang untuk penelitian baru mengenai pengajaran dan pembelajaran matematika (e.g., Carpenter, Fennema, Peterson, Chiang & Loef, 1989; Engelert, Tarrannnt, & Marrage, 1992, Resnick, 1987,1989;Thornton& Bley, 1994).
NCTM memiliki lima tujuan untuk memikirkan kembali pengajaran dan pembelajaran matematika, yaitu siswa harus (a) belajar untuk nilai matematika, (b) yakin pada kemampuan sendiri dalam mengerjakan matematika, (c) menjadi pemecah masalah matematika, (d) belajar untuk menyampaikan matematika dan (e) belajar mengetahui alasan suatu matematika.
Anjuran untuk matematika sekolah adalah dasar teori (e.g., Cobb &Bauersfeld, 1995; noddings, 1990) dan tubuh penelitian yang berdasarkan pada pendidikan matematika (Grouws, 1992). Penelitian ini memiliki pokok pada pengajaran matematika pada siswa yang memiliki ketidakmampuan pembelajaran.
Tujuan artikel ini adalah untuk menggambarkan empat pokok yang berkaitan dengan berfikir tingkat tinggi dan pemecahan masalah. Pokok tersebut mencakup filsafat bahwa siswa dengan ketidakmampuan pembelajaran merupakan program yang penuh manfaat dan memajukan pemikiran matematika. Masing-masing pokok bergambar oleh contoh studi kasus dan sesi penjelasan.
Pelajaran Bagi Siswa dengan Ketidakmampuan pembelajaran
Kasus 1: Pemahaman Anak Mengenai Angka yang Multidigit
Pelajaran ini, oleh Jones et al (1996), mensyahkan suatu kerangka yang menggambarkan dan mendasarkan berbagai tingkatan pada pemikiran anak muda yang menghubungkan pengertian angka yang multidigit.
Pendekatan pengajaran berdasarkan dari kerangka pada kegunaan sosial(e.g., Cobb Bauersfeld, 1995) menerima posisi bahwa siswa memperoleh pengetahuan matematika dan usaha mencoba menyelesaikan masalah, usaha membangun dan mengungkapkan kata-kata tentang matematika atau penyelesaiannya, dan usaha untuk mencapai persetujuan umum dengan siswa lain.
Pelajaran tersebut memberikan anjuran bagi siswa untuk bekerjasama dalam menyelesaikan masalah apapun tingkat yang dapat mereka capai. Selanjutnya harapan dari semua siswa dapat membagi dan membenarkan pemikiran mereka pada jalan yang berbeda.
Kasus 2: Penggunaaan Analisis Pencerminan pada Latihan Pengajaran Bagi Calon Guru Sekolah Dasar.
Penelitian ini, oleh Langrall,Thornton, Jones dan malone (1996) menggunakan pendekatan studi kasus untuk meyelidiki efek dari pencerminan pada pelatihan pengajaran matematika bagi calon guru sekolah dasar.
Enam calon guru ikut serta pada 11 pengalaman pengajaran kelas. Yang pertama dan sesi terakhir, guru mengajarkan grup kecil kepada siswa yang memiliki ketidakmampuan pembelajaran. Analisis video dan catatan serta ditambah data lain mengubah strategi pengajaran yang diambil oleh guru-guru. Perubahan yang utama meliputi (a) penggunaan tugas besar yang diterbangkan masalah dan open-ended pertanyaan, (b) peningkatan harapan alasan dan strategi penyelesaian untuk siswa, (c) tekanan yang besar pada dialog dan kerjasama siswa, (d) mengurangi pengajaran guru.
Kasus 3: Pendukungan Siswa Sekolah Pertengahan yang Memiliki Ketidakmampuan Pembelajaran Pada Kelas Matematika.
Proyek yang dikembangkan oleh team cabang ilmu pengetahuan digolongkan oleh pembangunan gambaran pengetahuan dan pembelajan model informasi dari ketidakmanpuan pembelajaran “pendekatan penyelidikan” untuk pengajaran matematika.
Hasil anjuran tentang pendekatan penyelidikan, disempurnakan oleh midifikasi dan penyesuaian pengajaran yang tepat , dapat membantu guru matematika bertemu dengan tantangan tentang populasi siswa yang bermacam-macam. Dari perbedaan tersebut dapat membesarkan dan menjadi modal dalam pemberian pelajaran.
Kasus 4: Proses Pemecahan Masalah Matematika pada Pengenalan Siswa Kelas Dasar yang Memiliki Ketidakmampuan Pembelajaran.
Penyelidikan Behrend (1994) menguji proses pemecahan masalah pada pengenalan siswa kelas 5 dan kelas 3 dasar dengan ketidakmampuan pembelajaran. Pengajaran pengendalian kognitif Fennema & Carpenter, 1985) memberikan kerangka sebagai taksiran kebebasan anak-anak dan bantuan kemampuan pemecahan masalah.
Behrend (1994) menemukan bahwa, pemberian kesempatan pada siswa pada suatu pelajaran yang ditampung dari pemberian strategi mereka, mendengarkan strategi dari anak-anak lain, mendiskusikan persamaan dan perbedaan diantara strategi-strategi, memberikan alasan mengenai pemikiran mereka dan membantu memahami masalah antara satu dengan yang lain. Meskipun siswa mencotohkan penyelesaian mereka pada yang lain, siswa mengamatipula contoh strategi penyelesaian guru yang jarang dibutuhkan.
Penjelasan Kasus dari Empat Pokok
Empat penjelasan kasus dari pengambaran pelajaran di atas memberikan contoh tenteng pemberian pokok dalam artikel ini. Meskipun beberapa dari kasus ini dijelaskan lebih dari satu pkok, tapi diskusi ini menonjolkan dari masing-masing pokok.
Pemberian Kurikulum Matematika yang Luas dan Seimbang
Tinjauan Tema. Baroody dan Hume (1991) mencatat bahwa banyak anak-anak yang mengalami kesulitan pembelajaran pada matematika termasuk ketidakmampuan pembelajarannya adalah “cacat kurikulum”. Kurikulum yang luas dapat ditetapkan oleh penggunaan pengajaran yang menggabungkan perhatian besar pada pengertian bilangan dan perkiraan, analisis data, pengertian ruang, dan berfikir geometri, bentuk dan hubungan untuk pemahaman aljabar dan mendukung penggunaan teknologi (NCTM, 1989). Hal tersebut akan memberikan kesempatan untuk jenis pemikiran yang berbeda dan mendorong kemampuan siswa dengan ketidakmampuan pembelajaran untuk mengggunakan matematika lebih fleksibel, pengertian dan menghasilkan (Bley & Thornton, 1994; Borasi in press; Englert et al., 1992).
Penjelasan Kasus. Pemberian contoh pokok “kurikulum yang luas dan seimbang”, sesi ini menggambarkan data kasus dari dua siswa yang pengenalan ketidakmampuan pembelajaran. Pengambaran tersebut termasuk melibatkan seseorang siswa yang bernama Jana yang berpusat pada jiwa matematika (jones et al., 1996) dan pemikiran “Terrell” mengenai tugas geometri (langrall et al., 1996).
Jana memiliki skala kecerdasan dibawah rata-rata pada tes pokok matematika dan pemahaman lisan. Dia memiliki kesulitan dalam mengingat tetapi memiliki penerimaan bahasa yang baik dan tertarik dengan matematika. Sehinga dia dapat ditempatkan pada ruang kelas umum, walaupun dia pernah ditempatkan pada kelas ketidakmampuan pembelajaran.
Kegiatan kelas dimulai, guru memebrikan tugas kepada siswa untuk membelanjakan uang yang diberikan oleh guru di bengkel penjualan. Ternyata Jana mampu mengingat berapa yang dibeli sehingga ia mendapatkan uang kembalian sejumlah yang ia terima.
Keterangan dari kasus tersebut adalah bagaimana siswa yang memiliki ketidakmampuan pembelajaran telah sukses pada program matematika yang memperhatikan kurikulum yang luas dan seimbang. Pelaksanaan pendekatan yang berbeda dinilai memungkinkan bagi anak-anak mencapai sukses dalam pembatasan pokok mereka (Belgren & ontague, 1989, Lawley, Fitzmaurice, Hayes, & Shaw, 1988; Ginsburg, this series).
Mengajak Siswa Sukses dengan Tugas Masalah yang Bermakna.
Tinjaun Tema. Baru-baru ini anjuran- anjuran (e.g., NCTM, 1989; 1991; NRC, 1990) tentang pokok kebutuhan yang berkaitan dengan masalah gerakan pengajaran. Tesis pusar anjuran tersebut adalah semua siswa yang memiliki kesempatan untuk menggunakan strategi bermacam-macam dalam menyelesaikan masalah (NCTM,1989). Dengan tugas permasalahan yang cukup kompleks, beraneka ragam dan open-ended, mereka dapat menyelidiki perbedaan tingkat pemahaman. Stenmark (1991) menggolongkan masalah yang bermacam-macam pada tiga jalan: (a) masalah memberikan petunjuk masalah yang lain, (b) masalah mengangkat pertanyaan-pertanyaan lain dan (c) masalah mempunyai banyak pendekatan penyelesaian.
Penjelasan Kasus. Satu contoh yang kompleks, aneka ragam tugas masalah yang mana diberikan untuk kelas pendirian sendiri dari siswwa kelas 9 diklasifikasika sebagai ketidakmampuan yang berat adalah mengikuti masalah segitiga-segiempat. Apakah setiap setengah segitiga merupakan bagian dari segiempat? Ya atau tidak? Buktikan.
Tiga laki-laki bekerja bersama-sama memotong segitiga berwarna [dari lembar segitiga (TWS: lihat gambar 2)] lalu dihubungkan ke segitiga pada TWS putih (lihat gambar 3) dan terbentuk jajar genjang. Alasannya “Dua segitiga sama, tidak berbentuk segiempat karena mereka tidak punya sudut 900”.
Grup kedua memotong segitiga (lihat gambar3) pada tingginya dan menggabungkan dua segitiga berwarna, salah satu sisi ke segitiga putih. Mereka punya kesulitan kecil dengan #3, segitiga tumpul. Mereka memotong bagian mendekati garis tepi. Setelah disambung dua bagian ke segitiga yang diluar mereka mendapatkan bagian kecil, mengeluarkan pada bagian kiri dan lubang kecil pada bagian kanan.
Dalam konteks seperti ini, siswa dengan ketidakmampuan pembelajaran mampu memperguankan macam-macam kekuatan mereka untuk menyelesaikan masalah dengan menggunakan parameter yang berbeda dan mencapai sukses “dalam pembatasan spesifik mereka” (Borasi, in press).
Memuat Bermacan-macam Cara pada Pembelajaran Anak
Tinjauan Tema. Matematika adalah melihat “pengertian pembuatan pengalaman” yang terkandung bilangan, logika, dan konsep ruang dan hubungan. Karena pengertian pembuatan adalah keistimewaan dengan ketidakmampuan pembelajaran umunya membutuhkan kesungguhan waktu untuk memahami situasi masalah dan membangun strategi. Selanjutnya jika siswa mengembangkan tingkat pemikiran matematika dan pengaturan yang lebih positif terhadap matematika, mereka membutuhkan kesempatan terus menerus untuk mengkaji tugas maetmatika dengan cara mencocokkan kekuatan pembelajaran matematika (Spee & Brahier, 1994).
Penjelasan Kasus. Kisah ini melibatkan Dan (nama samaran; Behrend, 1994) yang memiliki skala kecerdasan rata-rata, dia memiliki kesulitan pada proses bagian informasi saat belajar dan dia membutuhkan pengobatan untuk mengontrol kekurangperhatiannya.
Dan adalah siswa yang kurang konsosten pada pelajaran matematika. Ketidakkonsistenannya jelas kelihatan dengan mudah pada masalah perhitungan rutin, dimana dia berusaha untuk menggunakan aturan pembelajaran pada cara yang tidak bermakna. Ketika Dan berhadapan dengan masalah yang tidak rutin dan diikuti sifat melentur untuk menyelesaikannya dengan caranya sendiri, dia menunjukkan pengertian yang menakjubkan sebagai penggambaran dengan penyelesaianya untuk mengikuti masalah.
Saat guru memberikan masalah matematika, Dan ternyata mampu menyelesaikan masalah yang tidak rutin seperti itu. Behrend melaporkan bahwa Dan juga mampu dengan benar menyelesaikan masalah yang termasuk informasi asing.
Penjelasan kasus ini, pemuatan bermacam-macam cara yang mana pembelajaran anak-anak tidak selau membutuhkan proaktif strategi pada bagian dari guru cukup ada waktu yang mana guru membutuhkan langkah kembali dan mengamati serta mendengarkan benttuk pemikiran anak-anak sehingga dia dapat menjawab dan mamaksimalkan kekuatan anak-anak.
Mendorong Siswa untuk Berdiskusi dan Memberikan Alasan Mengenai Strategi – Strategi Pemecahan Masalah dan Solusinya.
Tinjauan Tema. Penelitian dianjurkan kalau ruang kelas yang mana untuk “diskusi, tinjauan, penjelasan dan saat butuh memberikan tafsiran dan penyelesaian” (cobb et al., 1991, p.6). siswa dapat mengkomunikasikan dan memberikan alasan pemikiran mereka dan alasan penulisan jurnal, pembagian pasangan atau diskusi kelas murni, bergantung pada situasi dan kebutuhan siswa pribadi.
Keseluruhan kelas diskusi yang mana siswa menjelaskan dan memberikan alasan penyelesain mereka untuk permasalahan yang tersedia forum yang aneka macam yang mana siswa berkembang pemahaman mereka mengenai matematika. Siswa dengan pembelajaran yang bermacam-macam membutuhkan tambahan kepercayaan dengan kawan sebayanya dengan laporan pada seluruh kelas tentang mereka yang belajar dari ikut serta dalam kerja sama kelompok kerja atau penulisan jurnal.
Penjelasan Kasus. Borasi, Kort, Leonard, dan Stone (1993) melaporkan siswa kelas 9 dengan ketidakmampuan pembelajaran, mencatat bagainama seringnya siswa menulis untuk menjelaskan pada yang lain tentang apa yang dilakukan dan kemudian pasangan saling berbagi.
Satu dari satu pekerjaan terlihat benar-benar penting dan menghasilkan dengan siswa yang tidak mampu menulis baik. Ini mengharapkan bantuan kita bahwa pengalaman menunjukkan kalau dia benar-benar bisa melakukan dan menyediakan model untuk masa depan; kita tidak mengharapkannya sekarang mampu melakukan penulisan yang sama pada dirinya sendiri tetapi kemungkinan dia mampu melakukan itu pada waktu kedua kira-kira dengan sedikit bantuan dan belajar secara berangsur-angsur melakukan hal yang sama, tanpa dukungan orang dewasa (Borasi et al., 1993,p.152).
Komentar Kesimpulan
Meskipun penelitian lebih lanjut dibutuhkan, garis besar pembelajaran pada anjuran artikel ini bahwa kebiasaan matematika siswa dengan ketidakmampuan pembelajaran dapat memuat dan menggunakan saat siswa dapat menembus kesempatan untuk belajar berubah, luas dan program yang seimbang dan baik. Faktanya siswa mungkin membutuhkan teknik pengganti yang cocok, tesis kita adalah program berdasarkan pokok sekarang ini pada artikel ini dapat menaikkan pemikiran matematika bagi siswa tersebut untuk mempertimbangkan tingkat sebelumnya untuk melebihi penelitian mereka.
BAB III
PEMBAHASAN
Pengajaran matematika bagi siswa yang berkesulitan belajar memang berbeda dengan siswa pada umumnya. Siswa yang berkesulitan belajar membutuhkan pembelajaran yang ekstra. Pembelajaran atau instruction menurut Gagne dan Briggs (1979:3) adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar siswa, yang brisi serangkaian peristiwa yang dirancang, disususn sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses belajar siswa yang bersifat internal.
Dijelaskan bahwa ada enam cirri pembelajaran yang efektif, yaitu: (1) siswa menjadi pengkaji yang aktif terhadap lingkungannya melalui mengobservasi, membandingkan, menemukan kesamaan-kesamaan dan perbedaan-perbedaan serta membentuk konsep dan generalisasi berdsarkan kesamaan-kesamaan yang ditemukan, (2) guru menyediakan materi sebagai focus berfikir dan berinteraksi dalam pelajaran, (3) aktivitas-aktivitas siswa sepenuhnya didasarkan pasa pengkajjian, (4) guru secara aktif terlibat dalam pemberian arahan dan tuntutankepada siswa dalam menganalisis informasi, (5) orientasi pembelajaran penguasaan isi pelajaran dan pengembangan ketrampilan berfikir, serta (6) guru menggunakan teknik mengajaryang bervariasi yang sesuai dengan tujuan dan gaya mengajar guru (Eggen & Kauchak, 1998).
NCTM memberikan penjelasan tentang adanya pokok-pokok harapan mengenai pembelajaran matematikayaitu yang pertama, pemberian kurikulum matematika yang luas dan seimbang. Hamid Hasan (1988) mengemukakan bahwa konsep kurikulum dapat ditinjau dalam empat dimensi, yaitu: 1. kurikulum sebagai suatu ide; yang dihasilkan melalui teori-teori dan penelitian, khususnya dalam bidang kurikulum dan pendidikan, 2. kurikulum sebagai suatu rencana tertulis, sebagai perwujudan dari kurikulum sebagai suatu ide; yang didalamnya memuat tentang tujuan, bahan kegiatan, alat-waktu, 3. kurikulum sebagai suatu kegiatan, yang merupakan pelaksanaan dari kurikulum sebagai suattu rencana tertulis; dalam bnetuk prkatek pembelajaran, 4. kurikulum sebagai suatu hasil yang merupakan konsekuensi dari kurikulum sebagi suatu kehiatan, dalm bentuk ketercapaian tujuan kurikulum yakn tercapaina perubahan perilaku atau kemampuan tertentu dari para peserta didik.
Sementara itu, Purwadi (2003) memilah pengertian kurikulum menjadi enam bagian : (1) kurikulum sebagai ide; (2) kurikulum formal berupa dokumen yang dijadikan sebagai pedoman dan panduan dalam melaksanakan kurikulum; (3) kurikulum menurut persepsi pengajar; (4) kurikulum operasional yang dilaksanakan atau dioprasional kan oleh pengajar di kelas; (5) kurikulum experience yakni kurikulum yang dialami oleh peserta didik; dan (6) kurikulum yang diperoleh dari penerapan kurikulum.
Dengan adanya kurikulum yang luas, pelaku pendidikan dapat memasukkan daerah matematika yang dapat berkembang dan lebih fleksibel sehingga mendorong kemampuan siswa yang berkesulitan belajar untuk menggunakan kemampuan matematika mereka.
Pokok harapan yang kedua yaitu mengajak siswa sukses dengan tugas masalah yang bermakna. Masalah yang diberikan akan mampu menggali kemampuan siswa dalam memecahkan masalah tersebut. Begitu pula dengan siswa yang berkesulitan belajar. Kesulitan belajar merupakan suatu konsep multidisipliner yang digunakan di lapangan ilmu pendidikan, psikologi, maupun ilmu kedokteran. Pada tahun 1963 Samuel A. Kirk pertama kali menyarankan penyatuan nama-nama gangguan anak seperti disfungsi minimal otak (minimal brain dysfunction), gangguan neurologis (neurological disorders), disleksia (dyslexia), dan afasia perkembangan (developmental aphasia) menjadi kesulitan belajar (Mulyono Abdurrahman,1995:9).
The National Joint Committee for Learning Disabilities ( NJCLD) mengemukakan bahwa kesulitan belajar adalah istilah umum yang digunakan untuk kelompok gangguan yang heteroge yang berupa kesulitan nyata dalam menggunakan pendengaran, percakapan, membaca, menulis, berfikir, dan kemampuan matematika. Gangguan ini terdapat di dalam diri seseorang dan dianggap berkaitan dengan sifungsi system syaraf pusat. Sekalipun kesulitan belajar mungkin berdampingan dengan kondisi-kondisi hambatan lain (misalnya perbedan budaya, kekurangan pengajaran, factor penyabab psikogen), kesulitan belajar bukan akibat langsung dari kondisi atau pengaruh tersebut. Belajarnya lebih rendah dari kemampuan kecerdasannya, terutama dalam membaca, menulis, berhitung dan lain sebagainya.
Definisi lainnya dikemukakan oleh The National Joint Committee for Learning Disabilities (NJCLD), bahwa kesulitan belajar menunjuk pada sekelompok kesulitan yang dimanifestasikan dalam bentuk kesulitan yang nyata dalam kemahiran dan penggunaan kemampuan mendengarkan, bercakap-cakap, membaca, menulis, menalar atau kemampuan dalam bidang studi matematika. Gangguan tersebut intrinsik dan diduga disebabkan oleh adanya disfungsi sistem saraf pusat. Meskipun suatu kesulitan belajar mungkin terjadi bersamaan dengan adanya kondisi lain yang mengganggu (misalnya gangguan emosional) atau berbagai pengaruh lingkungan (misalnya perbedaan budaya, pembelajaran yang tidak tepat, faktor psikogenik), berbagai hambatan tersebut bukan penyebab atau pengaruh langsung.
Lovitt ( 1989: 7 ) mengemukakan kesulitan belajar khusus adalah suatu kondisi kronis yang diduga bersumber dari neurologis yang secara selektif mengganggu perkembangan, integrasi, dan / atau kemampuan verbal dan / atau nonverbal.
Menurut Lerner ( 1985: 17 ), 40 % dari anak-anak luar biasa yang memperoleh layanan PLB di Amerika Serikat ialah anak-anak yang tergolong anak-anak berkesulitan belajar. Perbandingan proporsi mereka anatara anak laki-laki dengan anak perempuan adalah 72 berbanding 28 ( Lerner, 1985: 19 ). Dari data tersebut menunjukan bahwa kesulitan belajar lebih banyak terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan.
Siswa yang berkesulitan belajar memiliki perbedaan pemikiran dalam memecahkan suatu masalah. Namun mereka ternyata juga mampu memikirkan penyelesaian yang tepat dan benar. Dengan pemberian masalah-masalah yang rutin dan lebih kompleks, siswa dapat menyelidiki perbedaan dan meningkatkan pemahaman mereka. Selain itu dengan pemberian masalah, siswa akan mengasah otak mereka dan penggunaan pemecahan masalah tersebut sebagai sarana untuk pembelajaran matematika.
Pokok harapan yang ketiga yakni memuat bermacam-macam cara mengenai pembelajaran anak. Siswa yang berkesulitan belajar umumnya membutuhkan kesungguhan waktu untuk memahami mengemabangkan pemikiran matematiika mereka, dan membutuhkan kesempatan yang terus menerus untuk mengkaji tugas matematika. Salah satu contoh yaitu dengan pembelajaran kelompok yang memungkinkan membentuk dasar kekuatan mereka. Siswa yang berkesulitan belajar dapat membangun dan memanfaatkan strategi mereka sendiri untuk menyelesaikan macam-macam tipe masalah. Pengajaran dapat membangun ketepatan pemahaman siswa dan dapat meningkatkan strategi pemecahan masalah. Oleh karena itu, perlu peranan guru untuk memberikan model bimbingan belajar yang dipandang efektif dan efisien dalam membantu mengatasi permasalahn yang dihadapi.
Pokok harapan yang terakhir adalah mendorong siswa untuk berdiskusi dan memberikan alasan mengenai strategi-strategi penyelesaian masalah dan pemecahannya. Dengan berdiskusi siswa akan bekerjasama dengan siswa yang lain sehingga siswa membutuhkan suatu kepercayaan dengan kawan sebayanya. Munculnya kepercayaan itu akan memberikan kesempatan siswa untuk saling berbagi dan menjelaskan strategi pemecahan masalah masing-masing. Hel tersebut juga memunculkan rasa hormat dan saling menghargai atas strategi pepecahan masalah yang berbeda.
Namun diiantara anak-anak yang mengalami kesulitan belajat tersebut ditemukan bahwa mereka memiliki potensi yang cukup baik, mereka memiliki kapasitas inteligensi di atas rata-rata. Itulah sebabnya diperlukan adanya suatu upaya khusus untuk memfasilitasi anak-anak tersebut. Salah satunya memalui pelalsanaan bimbingan.
Pelaksanaan bimbingan perlu dilakukan melalui studi yang mendalam secara individual. Untuk itu perlu dilakukan assesmen secara obyektif, akurat, mendalam, dan komprehensif sehingga diperoleh pemahaman yang seluas-luasnya dan sedalam-dalamnya terhadap berbagai permasalahan, keterbatasan, hambatan, kekurangan, ketidakmampuan, maupun keunggulan-keunggulan tertentu yang dimiliki, untuk dijadikan sebagai dasar dalam merumuskan program bimbingan yang tepat sesuai dengan karakteristik dan kebutuhannya. Pemahaman terhadap keunggulan anak, di samping penting untuk dimanfaatkan dalam upaya mengatasi masalah, juga dalam rangka mengembangkan keunggulannya tersebut, sehingga mampu berprestasi tinggi sesuai potensi yang dimilikinya.
Bimbingan dapat dimulai dengan pemahaman karakteristik anak, familiar dengan instrumen-instrumen assesmen yang digunakan untuk menentukan jenis dan tingkat kesulitan belajar anak dalam rangka pemahaman dan mengkomunikasikan pada tim ahli tentang masalah belajar anak, melakukan koordinasi dengan tim ahli (guru kelas, psikolog sekolah, tenaga medis, dan ahli terapi lain) yang menangani anak, melakukan konseling dan konsultasi dengan orang tua dalam rangka meningkatkan pemahaman dan memfasilitasi perkembangan anak, melaksanakan konseling pada anak sesuai dengan keunikan masalah yang dihadapinya, dan melakukan konseling dan konsultasi dengan personel sekolah dalam rangka peningkatan pemahaman mereka terhadap masalah belajar, sosial, dan tingkah laku anak. Penanganan anak LD di sekolah hanya akan efektif bila dibarengi dengan penangan khusus di klinik-klinik. Khusus bagi mereka yang memiliki inteligensi di atas rata-rata, perlu dirumuskan suatu program khusus sesuai dengan potensinya.
BAB IV
PENUTUP
Simpulan yang dapat diambil dari pembahasan mengenai pembelajaran bagi siswa yang berkesulitan adalaha adanya empat pokok harapan dalam pembelajaran matematika yaitu, pemberian kurikulum matematika yang luas dan seimbang, mengajak siswa beraneka ragam, tugas permasalahan yang penuh arti, memuat bermacam-macam cara mengenai pembelajaran anak, dan mendorong siswa untuk berdiskusi dan memberikan alasan mengenai strategi-strategi penyelesaian masalah dan pemecahannya. Pokok harapan tersebut dimungkinkan mapu memberikan kesempatan bagi siswa nekesulitan belajar untuk mencapai sukses walaupun dalam keterbatasan mereka. Adanya kasus mengenai siswa yang bekesulitan belajar akan memberikan gambaran bahwa terdapat pula siswa yang berkesulitan belajar yang memiliki kemampuan khusus dan dapat memanfaatkan potensi yang dimiliki.
Saran mengenai pembelajaran matematika bagi siswa yang berkesulitan belajar adalah adanya spesifikasi tentang siswa yang berkesulitan belajar. Sehingga masing-masing kelompok siswa yang berkesulitan belajar memiliki solusi pembelajaran efektif yang dapat diterapkan. Dicantumkan pula cara mengetahui atau perbedaan mengenai siswa yang memiliki kesulitan belajar.
DAFTAR PUSTAKA
http://proxy.library.ums.ac.id/cgi/nphexec/000000A/http/web.ebscohost.com/eho/
http://hasanroch.wordpress.com/2008/09/08/hakikat-kesulitan-belajar/
http://krisna1.blog.uns.ac.id/2009/10/19/pengertian-dan-ciri-ciri-pembelajaran/
http://blog.persimpangan.com/blog/2007/08/06/pengertian-pembelajaran/
http://www.scribd.com/doc/22453020/Pengertian-Dan-Definisi-Kurikulum
http://karimaberkarya.wordpress.com/2009/06/12/be-careful-one-mengkin-you-are-learning-experience-interference-identification-problem/
http://www.vidatra.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=65:kesulitan-belajar-siswa-dan-bimbingan-belajar-&catid=35:berita-terkini